Mitos Bulan Suro dan Spiritualitas Orang Jawa

Kumpulan Berita Unik - Muharram menjadi pemberi tanda dari pertama permulaan tahun Hijriyah adalah salah sebulan yang terpenting buat umat Islam. Dalam kebudayaan Jawa, Muharram dimaksud dengan bulan Suro. Bulan ini disakralkan oleh beberapa orang Jawa, terutamanya mereka yang masih tetap memegang keyakinan kejawen. Karena sangat disakralkannya, nampaklah beberapa mitos bulan Suro, yang kebenaran atau faedahnya kadang belumlah bisa dimengerti secara detail serta mendalam.

Umumnya, tahun baru bisa menjadi peristiwa yang begitu meriah untuk umumnya orang. Bunyi terompet atau kembang api akan menggaung di hawa. Tapi, hal tersebut bertolak belakang dengan penyambutan tahun baru dalam Islam atau kebudayaan Jawa. Penyambutan untuk bulan Muharram atau Suro jauh dari hingar-bingar, malah berkesan sepi atau lebih simpel. Mitos bulan Suro mengatakan jika pada bulan ini banyak musibah atau kesialan yang akan di turunkan. Untuk menahan peristiwa yang tidak diharapkan, karena itu manusia mesti bisa mengatur kelakuannya. Banyak pantangan yang tidak bisa dilanggar. Diluar itu, ada banyak ritual yang semestinya dikerjakan. Berikut ritual yang umumnya dikerjakan oleh orang Jawa dalam menyongsong datangnya bulan Suro.

Siraman Malam Satu Suro 

Ritual ini telah jadi sisi dari mitos bulan Suro. Siraman ini dikerjakan dengan mengguyur semua anggota badan dengan air yang bercampur bunga setaman. Saat mandi, sebaiknya jangan pernah lupa untuk berdoa pada Tuhan yang Maha Esa. Siraman adalah bentuk simbolik dari spiritualitas orang Jawa. Pekerjaan ini memiliki arti yang begitu dalam. Bukan sekedar mandi, tapi sebetulnya arah diselenggarakan ritual siraman ialah untuk bersihkan jiwa raga dari semua nafsu serta pikiran yang negatif. Dalam menyongsong hari yang baru, sebaiknya semua keburukan di waktu lantas dibiarkan serta di hari esok kebaikan makin ditingkatkan. Selesai mandi serta memanjatkan doa, seyogyanya manusia tetap ingat jika arah pembersihan badan itu ialah untuk memperingatkan diri supaya tetap menyucikan raga dan jiwa.

Tapa Mbisu (Puasa Bicara) 

Lidah kita tidak bertulang, tapi sekali ia berulah, karena itu ketajamannya dapat melewati pedang. Seringkali, dalam bicara kita kurang waspada, yang selanjutnya bisa mengakibatkan orang yang lain sakit hati. Tapa Mbisu dalam mitos bulan Suro dikerjakan untuk mengintrospeksi diri kita sendiri. Dengan puasa bicara, kita dilatih untuk tenang, konsentrasi serta merenungkan semua kekeliruan kita. Diinginkan, sesudah lakukan ritual ini, kita makin waspada dalam berucap. Jangan pernah menyampaikan beberapa hal yang jelek, lebih mencemooh orang yang lain. Di bulan Suro kita juga disarankan seringkali berziarah untuk mendoakan mereka yang mendahului kita. Diluar itu, dengan seringkali berziarah, kita diingatkan jika hidup dalam dunia hanya sesaat, urip mung singgah ngombe, ‘hidup cuma singgah (untuk) minum’. Tidak hanya ritual-ritual itu, masih tetap ada banyak ritual lainnya pada bulan suro seperti larung sesaji serta ritual jamasan pusaka.

Dalam Islam, Muharram ialah bulan Allah serta jadi salah sebulan yang suci. Lalu kenapa dalam budaya Jawa, bulan ini dipandang seperti bulan yang penuh kesialan? Di bulan Muharram, Allah melarang manusia lakukan perbuatan yang tercela, karenanya cuma akan meningkatkan dosa serta merugikan diri pribadi. Sebetulnya, pemikiran orang Jawa juga mengacu pada pesan itu. Pada bulan suci, tidak pantas bila manusia menjadi makhluk Tuhan, mengotori bulan ini dengan kelakuannya yang tercela. Jika manusia tidak mematuhi perintah-Nya, pantaslah dia memperoleh musibah. Kesialan dalam mitos bulan Suro sebetulnya diperuntukkan menjadi peringatan buat beberapa orang yang lupa. Mereka yang tidak eling lan siaga, maka celakalah dia.